BERUSAHA MELAWAN LUPA
Acep Zamzam Noor
TASIKMALAYA Corruption Watch (TCW) dan Imparsial meminta saya untuk menjadi salah seorang pembicara pada diskusi dan pemutaran film “His Story”, sebuah film dokumenter yang merekam seputar perjuangan dan kematian Munir. Diskusi dan pemutaran film ini dimaksudkan untuk menyegarkan kembali ingatan kita pada seorang aktivis HAM yang sampai hari ini kasus kematiannya masih belum bisa terungkap, malah semakin tidak jelas. Saya menyanggupi permintaan tersebut bukan karena ingin ikut nimbrung membicarakan kasus besar yang sudah menjadi isu internasional ini, namun sekedar untuk berusaha melawan lupa. Paling tidak menguji ingatan saya dengan bernostalgia.
***
Peristiwa-peristiwa bergulir begitu cepat, kejadian-kejadian datang silih berganti, kasus demi kasus timbul dan tenggelam tanpa nemberikan kesempatan pada kita untuk mengingatnya, apalagi merenungkannya dalam-dalam. Rasanya belum lama Gus Dur dijatuhkan Amien Rais dan kawan-kawan, rasanya baru kemarin Megawati dielu-elukan dan Akbar Tanjung dibebaskan dari semua tuduhan. Harmoko yang dulu begitu terkenal kini menghilang entah ke mana, tak seorang pun yang mempersoalkannya. Prabowo juga sudah lama tak kedengaran ceritanya. Kita sudah lupa pada Widji Thukul, Yadin Muhidin, Deddy Hamdun, Noval Alkatiri, Petrus Bimo Anugerah atau Yani Avri yang lenyap bagaikan ditelan bumi. Bahkan kita sudah tak ingat lagi nama-nama konglomerat yang dulu pernah membobol uang rakyat. Tahu-tahu bermunculan para pembobol baru yang lebih canggih dan terlatih. Nampaknya kita juga akan segera melupakan mereka.
SBY terpilih menjadi presiden RI. Konglomerat yang terlibat kasus BLBI diangkat menjadi menteri. Andi Mallarangeng yang berkumis tebal menjadi juru bicara. Said Agil Al-Munawar yang kiai masuk penjara, disusul mantan-mantan menteri lainnya yang korupsi. KPU juga ternyata ikut-ikutan korupsi, padahal anggotanya semua akademisi. Gelombang tsunami datang, disusul bencana demi bencana yang tak kalah dahsyatnya. Harga BBM dinaikan setinggi langit. Tunjangan untuk wakil rakyat digelembungkan seolah ingin menghina akal sehat. Munir diracun dalam pesawat. Blok Cepu dilego. Kebakaran hutan tak bisa dipadamkan, semburan lumpur panas tak mampu dikendalikan. Sejumlah desa menghilang dari peta Jawa Timur.
Aburizal Bakrie tenang-tenang saja. Hamid Awaluddin berkelit dari jeratan KPK. Anas Urbaningrum dengan cerdik meninggalkan KPU. Budiman Sujatmiko meniti karier di PDIP. Andi Arif menjadi komisaris PT. Pos Indonesia. M. Padjroel Rachman menulis puisi lagi. Yusril Ihza Mahendra menikah dengan gadis belia. Nurdin Halid memimpin PSSI dari balik penjara. Saefulloh Yusuf menjadi kutu loncat yang lincah. Hatta Rajasa kelihatan lebih tua dari usia sebenarnya. Banyak pesawat yang jatuh, banyak kapal yang tenggelam, banyak ferry yang terbakar, banyak kereta api bertabrakan. Banjir di mana-mana. Longsor menjadi hal biasa. Kecelakaan menjadi proyek. Bencana menjadi anugrah. Nyawa sekedar urusan angka.
“Bangsa
Kita terperangah, namun tak mungkin mengingat semuanya. Peristiwa-peristiwa baru bergulir kembali, kejadian-kejadian lama terulang lagi, kasus demi kasus seperti tak habis-habisnya. RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi terlupakan begitu saja. Rhoma Irama tambah lagi koleksi istrinya. Pollycarpus dilepaskan. Bob Hassan dan Tommy Soeharto menghirup udara segar. Mbah Maridjan menjadi bintang iklan. Maria Eva menjadi idola baru. Yahya Zaini meletakkan jabatan karena malu melihat “burung”-nya yang kecil banyak ditayangkan televisi. Pemerintah mengimpor beras, lupa bahwa sebagian besar rakyatnya adalah petani. Bulog benar-benar menjadi sarang tikus.
TKW-TKW terus dikirim ke luar negeri.
Tsunami terus menghantui pesisir selatan, disusul angin puting beliung. Bantuan untuk bencana alam menjadi bisnis menggiurkan. LSM semakin mirip perusahaan. Partai-partai baru tak bisa diharapkan, apalagi partai-partai lama. Flu burung terus merajalela. Demam berdarah tetap mengintai mangsa.
SBY mulai sering melupakan janji, namun tidak pernah lupa untuk terus menyanyi. Tiba-tiba saya teringat pada “Bang Toyib”, lagu dangdut yang menceritakan nasib istri ditinggal pergi suaminya. Meskipun liriknya sangat nelangsa namun para penyanyi berbusana seksi selalu membawakannya dengan riang dan gembira, bahkan dengan memutar-mutar dada dan pinggul segala. Seolah antara lagu dan lirik, antara wadah dan isi, atau antara tubuh dan hati, sudah tidak ada hubungannya sama sekali:
Bang Toyib Bang Toyib mengapa tak pulang-pulang
Anakmu anakmu panggil-panggil namamu
Bang Toyib Bang Toyib kapankah abang
Anakmu anakmu rindu akan dirimu
Bang Toyib Bang Toyib…
Tiga kali puasa, tiga kali lebaran
Abang tak pernah pulang, sepucuk
Sadar sadarlah abang, ingat anak istrimu
Cepat cepatlah pulang, semua rindukan dirimu
Lama-lama rakyat terbiasa makan nasi aking. Lama-lama rakyat terlatih untuk tidak peduli pada sesama. Lama-lama rakyat gembira menanggung semua derita. Lama-lama rakyat kebal dengan kenaikan harga. Lama-lama dangdut menjadi lagu kebangsaan kita. Anak-anak menyanyi dekat lampu stopan. Waria-waria berjoget di tengah kemacetan. Bayi-bayi menjadi komoditi di pinggir jalan. Dan siapapun yang ingin menjadi presiden, gubernur, bupati, walikota atau lurah, yang namanya korupsi dijamin tidak akan bisa dihentikan. Sebagian koruptor memang diadili, namun kemudian dibebaskan kembali. Kematian Munir masih tetap misteri. Inul Daratista menghilang entah ke mana. Angel Lelga diberitakan menjadi istri kelima juragan batubara.
“Perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa,” kata Milan Kundera.
***
Izinkan saya melawan lupa dengan terus bernostalgia, kali ini dalam kaitannya dengan Tasikmalaya.
Sebuah pasar yang berada di tengah
Kerusuhan besar menghancurkan seluruh infrastruktur
Sebuah mall yang megah tiba-tiba didirikan di lokasi bekas pasar yang terbakar. Rupanya lokasi strategis itu dijual mantan bupati sebelum lengser, dengan demikian ia mengingkari janjinya dulu.
Mantan bupati yang sudah berniat hidup tenang dengan membangun pesantren di sekitar Galunggung rupanya tersinggung. Di usianya yang senja ia turun gunung untuk berpolitik lagi, dan berhasil menguasai partai lama. Terjadilah pertarungan yang seru antara elit lokal. Demonstrasi berlangsung hampir setiap hari, aksi-aksi silih berganti. Kerusuhan-kerusuhan kecil terjadi. Sejumlah mahasiswa dipukuli pendukung mantan bupati, beberapa masuk rumah sakit. Salah seorang pemukul, yang konon anak dari mantan bupati tersebut, sempat diseret ke meja hijau.
Bupati yang berpihak pada kepentingan rakyat akhirnya dilengserkan, kemudian diganti oleh politisi muda yang didukung kekuatan lama. Tasikmalaya terpecah dua, menjadi kabupaten dan pemerintahan
“Dengan semangat juang 1945, maju terus pantang malu,” seru sebuah spanduk dari Partai Nurul Sembako yang membentang di Jl. H.Z. Mustofa.
***
Film “His Story” bagi saya mempunyai makna yang lebih dari sekedar mengenal sosok Munir dengan segala sepak terjangnya. Sebagai aktivis dengan reputasi internasional tentu saja ia tidak akan mudah kita lupakan. Kematiannya masih terus diusut dan menjadi berita. Buku-buku tentangnya masih terus ditulis, bahkan dibuatkan film segala. Tapi bagaimana dengan aktivis-aktivis lokal yang juga menjadi korban? Pelajaran berharga yang bisa ditarik dari film dokumenter ini adalah betapa pentingnya kita memelihara ingatan.
Oya, belum lama ini sebuah mall yang megah diresmikan walikota di lokasi bekas pasar yang dulu terbakar. Kita semua sudah lupa bahwa sembilan tahun lalu para pedagang, mahasiswa dan seniman menolak dengan keras pembangunan mall tersebut, yang kemudian kasusnya berbuntut panjang. Desain mall yang diresmikan sekarang jauh “menyimpang” dari rencana mall yang ditolak dulu. Area taman dan lapang parkir bagian belakang yang cukup lapang dalam desain lama, kini tidak tersisa lagi karena dijadikan deretan ruko. Kendaraan-kendaraan meluber sepanjang bahu jalan, dan tentu saja membuat para pedagang kaki
Tapi sudahlah. Sebagai akhir dari pembicaraan ini, marilah kita dengarkan bersama-sama sebuah lagu dangdut dari Anita Kemang, yang mungkin bisa sedikit menyegarkan ingatan tentang siapa sebenarnya kita: Sudah mabuk minuman/Ditambah mabuk judi/Masih saja kakang/Tergoda janda kembang/Tak sudi ku tak sudi//Sudah banyak buktinya/Suami mabuk janda/Lupa kasih sayang/Juga tak pulang-pulang/Istri disengsarakan….
(2006)